LATAR BELAKANG PERJANJIAN HUDAIBIYAH ( BACKGROUND TO THE HUDAIBIYAH AGREEMENT )

Kamis, 18 Agustus 2022


Isi Perjanjian Hudaibiyah – Adalah suatu perjanjian damai yang dilakukan pihak kaum Musyrikin Makkah bersama dengan Rasulullah sekitar tahun keenam Hijrah sekitar tahun 628 Masehi. Perjanjian ini dilakukan pada lembah Hudaibiyah yakni berada tepat pada pinggiran mekah.

Awal mula dari perjanjian Hudaibiyah ini yaitu pada waktu itu rombongan kaum muslimin yang telah dipimpin oleh Nabi Muhammad Saw akan melakukan ibadah Umroh.

Akan tetapi kaum musyrikin telah menghalangi kaum Muslimin yang ingin hendak ke Mekkah sehingga Rasulullah pun mengajak mereka untuk melakukan negosiasi sampai mengadakan perjanjian damai.

Pada awalnya, Rasulullah Saw menunjuk umar Bin Khattab, akan tetapi dia akhirnya menolak dan mengusulkan kepada Utsman bin Affan sebagai penggantinya. Setelah keberangkatan Utsman tersebar isu pada kalangan Muslimin bahwa utsman telah terbunuh. Rasulullah Saw kemudian menyeru kepada segenap kaum Muslimin yang bersamanya untuk melakukan ikrar setia kepadanya.



Istilah itu dikenal dengan sebutan Baiat Ridhwan. Setelah proses perundingan antar kedua belah pihak, akhirnya muncullah kesepakatan Perjanjian Hudaibiyah yang diantara isi perjanjiannya adalah gencatan senjata antara Kaum Muslimin Madinah dengan Kaum Musyrikin Mekkah selama 10 tahun dan kaum muslimin mesti kembali ke Madinah, pada tahun berikutnya baru boleh menuju Mekkah untuk melakukan ibadah Umroh.

Awal Mula Perjanjian Hudaibiyah

Keinginan Kaum Muslimin Untuk Berhaji

Pada bulan Dzulqiadah di tahun ke-6 H/627 Masehi Rasulullah Saw bermimpi pergi ke Mekkah bersama dengan pengikutnya dan melaksanakan ibadah Umrah. “Sesungguhnya Allah telah membuktikan kepada rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya; (yaitu) sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Tetapi Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.” (Qs. Al-Fath: 48)

Rasulullah Saw akhirnya menceritakan mimpinya kepada semua para sahabatnya sekaligus untuk menjanjikan kepastian terjadinya peristiwa pada watu yang akan datang. Beliau pun mengajak para sahabatnya untuk bersiap diri berangkat menuju Mekkah untuk melakukan ibadah Umrah. Kaum Musyrikin Quraisy mempunyai dendam kesumat kepada Islam.

Oleh karena itu, sebagai antisipasi akan terjadinya konflik dan halangan yang akan mereka munculkan, maka Rasulullah Saw mengajak para kabilah Arab yang ada di sekitar madinah untuk bisa pergi menuju Mekkah.

Akan tetapi tidak banyak kabilah yang ingin menerima ajakan Beliau. Kebanyakan dari pihak Anshar dan Muhajirin yang siap untuk menyertai Rasulullah Saw.

Jumlah Kaum Muslimin

Pada hari senin, tanggal 01 Dzulqiadah tahun ke-6/627 Masehi, rombongan kaum muslimin yang terdiri atas golongan muhajirin, Anshar dan beberapa kabilah Arab mulai meninggalkan Madinah menuju Kota Mekkah. Terdapat beberapa pendapat yang berbeda tentang jumlah orang yang ikut dalam rombongan Rasulullah Saw. Paling diakui yaitu pendapat yang berpegangan dengan riwayat dari jabir Bin Abdullah Al-Anshari yang disebutkan bahwa peserta pada perjanjian Hudaibiyah sebanyak 1400 orang.

Jumlah tersebut termasuk 4 perempuan yang diantarnya Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad saw. Selama meninggalkan Madinah, Rasulullah Saw mewakilkan kepemimpinan Madinah kepada Abdullah Bin Ummi Maktum atau Numailah Bin Abdullah Laitsi.

Kaum Muslimin Melaksanakan Ihram

Atas intruksi Nabi Muhammad Saw, saat itu kaum muslimin tidak membawa senjata kecuali pedang yang memang biasa dibawa kemana-mana. Begitu keluar dari Wilayah Madinah dan sampai di daerah Dzulhulaifah, sekarang tempat tersebut dijadikan nama masjid yang dikenal dengan nama Masjid Syajarah, Rasulullah Saw dan pengikutnya mengenakan pakaian Ihram. Ada 70 ekor Onta yang dibawa mereka sudah tandai dengan cap hewan kurban dan digiring di hadapan rombongan.

Tujuannya supaya orang-orang, apalagi kaum Musyrikin Quraisy bisa mengetahui bahwa tujuan kedatangan mereka bukanlah untuk melakukan peperangan. Akan tetapi ingin melakukan ibadah umrah dan thawaf untuk mengelilingi kabah. Disebutkan bahwa onta bekas milik Abu Jahal yang sudah disita pada perang badar juga akan dibawa dan dikurbankan.

Perjalanan Rasulullah Saw ke Hudaibiyah

Begitu sampai di daerah Usfan yang ada di sekitar Mekkah, Rasulullah Muhamnmad Saw diberi kabar bahwa kaum Musyrikin sudah mengetahui kedatangan kaum Muslimin dan ingin bertekad menghalangi masuknya kaum Muslimin di Mekkah. Kafir Quraisy sudah menaruh pasukan di luar kota Mekkah dan mengirimkan Khalid Bin Walid beserta dengan 200 pasukan berkudanya ke Kira’ Al-Ghamim untuk dapat menghadapi kaum muslimin.

Mendengar kabar itu bahwa Rasulullah Muhammad Saw bersabda “Kasihan Quraisy, mereka menjadi korban perang”. Ia lalu bertanya, “Siapa yang bisa menunjukkan jalan lain supaya kita tidak berhadapan dengan Quraisy?”

Berkat panduan beberapa orang yang berasal dari Kabinah Bani Aslam, Rasulullah Muhammad Saw dan rombongannya melanjutkan perjalanannya menuju Mekkah melewati jalan alternatif untuk dapat menghindari pasukan Quraisy. Pada perjalanannya tersebut, secara pertama kalinya kaum Muslimin melaksanakan Salat Khauf yang bertujuan untuk bisa berjaga-jaga dari serangan musuh.

Memasuki Daerah Hudaibiyah

Ketika rombongan kaum muslimin masuk di daerah Hudaibiyah, secara tiba-tiba onta kepunyaan Rasulullah Muhammad Saw (Qashwa’) berhenti dan duduk. Rasulullah Muhammad Saw lalu menyuruh pengikutnya di tempat itu. Dengan mukjizatnya, Rasulullah Muhammad Saw mengubah sumur kering yang terdapat di sana menjadi sumur yang memiliki sumber mata air kembali sehingga bisa mencukupi segala kebutuhan semua rombongan. Bahkan disebutkan pada waktu itu sempat hujan turun beberapa kali.

Saat Rasulullah Muhammad Saw berada di Hudaibiyah, Budail Bin Warqa’ Al-Khuza’i bersama dengan orang-orang dari kabilah Khuza’ah datang untuk menemui beliau. Rasulullah Saw menjelaskan mengenai maksud kedatangannya, bahwa beliau dan rombongannya hanya ingin berkunjung ke baitullah, bukan melakukan perang.

Bani Khuza’ah kemudian mengabarkan hal tersebut kepada Kafir Quraisy. Kaum Quraisy menjawab “Meski jika Muhammad tidak datang untuk perang, dia tetap tidak akan kami ijinkan memasuki Mekkah karena itu akan membuat orang-orang Arab menertawakan kami.

Sesudah itu, kafir Quraisy mengirimkan beberapa perwakilan menemui pihak Islam untuk melakukan perundingan. Akan tetapi dari kedua belah pihak tidak memperoleh kesepakatan. Alhasil, para pemuka Quraisy termasuk Abu Sufyan yang pernah merasakan malu di mata masyarakat Arab karena sudah gagal menghadapi kaum muslimin di perang Ahzab di tahun ke-5 H/626 Masehi sehingga menganggap kedatangan kaum muslimin ke Mekkah adalah suatu penghinaan dan sindiran yang tajam kepada mereka.


Sekelompok Orang Quraisy Ditawan

Kaum Quraisy memerintahkan kepada Mukriz bin Hafash yang dikenal sebagai seorang pemberani dan nekat, beserta empat puluh hingga lima puluh orang berkuda menyusul rombongan kaum muslimin untuk menggertak mereka. Bahkan mereka diharap dapat menangkap seorang muslim dan diserahkan kepada kaum Quraisy untuk dapat dijadikan sandera. Maksudnya supaya mereka bisa memaksa pihak Muslimin untuk dapat memenuhi keinginan mereka.

Akan tetapi pada kenyataannya, tak seperti yang diharapkan. Mukriz bin Hafash bersama orang-orangnya gagal dalam menjalankan tugas, bahkan mereka sendiri yang pada akhirnya tertawan oleh pasukan islam. Ketika tawanan itu dibawa di hadapan Rasulullah Muhammad Saw, beliaupun menyuruh mereka agar dilepaskan.

Meskipun sebelumnya Mukriz bin Hafash bersama orang-orangnya telah menyerang rombongan kaum muslimin dengan menggunakan panah, dikatakan bahwa serangan tersebut telah menyebabkan meninggalnya seorang muslim yang bernama Ibnu Zunaim, akan tetapi atas perintah Rasulullah Muhammad saw mereka semua akhirnya dibebaskanb dan dibiarkan kembali lagi ke Quraisy dengan selamat.

Mengirim Delegasi ke Quraisy

Rasulullah Muhammad Saw memutuskan untuk mengirimkan delegasi ke pihak Kaum Quraisy. Pada awalnya, Rasulullah Muhammad Saw menunjuk sahabat Umar Bin Khattab, akan tetapi Umar mengatakan bahwa di Mekkah tak ada orang yang dapat menolongnya, sedangkan orang-orang Quraisy telah mengetahui bagaimana permusuhannya kepada mereka, mungkin saja mereka akan membunuhnya.

Dengan alasan itulah Umar menolak untuk diutus ke Mekkah. Dia menyarankan kepada Rasulullah Muhammad Saw agar mengutus Utsman karena dia berasal dari Bani Umayyah dan mempunyai banyak saudara yang memiliki pengaruh di mata petinggi kaum Quraisy.

Rasulullah Muhammad Saw akhirnya mengutus Utsman ke Mekkah. Untuk kesekian kalinya, Rasullullah Muhammad Saw menerangkan kepada orang-orang yang ada di mekkah mengenai maksud kedatangannya ke Mekkah (yakni untuk berziarah ke Baitullah kemudian segera kembali lagi ke Madinah), tapi tetap saja mereka tidak ingin mengetahuinya. Begitu sampai di Mekkah, pihak Quraisy tak membiarkan Utsman kembali lagi ke Rombongan Rasulullah Muhammad Saw. Akhirnya beredar Isu bahwa kaum Quraiys sudah membunuh utsman.

Isu itu akhirnya beredar luas pada kalangan Muslimin. Oleh karena itu, Rasulullah Muhammad Saw menyeru kepada pengikutnya dan berbaiat kepadanya. Baiat itu dikenal dengan istilah Baiat Ridhwan. Semua kaum muslimin yang hadir di daerah Hudaibiyah berbaiat kepada Rasulullah Muhammad Saw kecuali jadd bin Qais.

Kesepakatan Damai

Selang beberapa waktu, diketahui bahwa Utsman tak dibunuh, dia hanya ditahan di Mekkah. Pihak kaum Quraisy mengutus wakil kepada pihak Muslimin untuk dapat mengadakan perjanjian damai. Diantara kesepakatan dari perjanjian tersebut yaitu untuk tahun itu kaum muslimin mesti pulang ke madinah tanpa mengunjungi Baitullah di Mekkah dan dua tahun selanjutnya baru boleh datang kembali.

Agar supaya kaum Quraisy tak merasa dipermalukan di depan kabilah Arab lainnya. Orang yang diutus oleh Pihak Quraisy bernama Suhail bin Amr. Saat Rasulullah Muhammad Saw melihatnya, beliau bersabda “Quraisy mengutus orang ini karena ingin melakukan perdamaian”.

Setelah kedua belah pihak bersepakat untuk membebaskan tawanan, Rasulullah Muhammad Saw dan perwakilan kaum Quraisy kemudian menandatangani kesepakatan damai. Rasulullah Muhammad Saw melihat kesepakatan itu akan memberikan suatu keuntungan bagi kaum muslimin karena beliau bersikap lunak.

Adapun contohnya yaitu menerima permintaan Suhail bin Amr untuk mengganti kalimat “Bismillahirrahmanirrahim” pada pembukaan teks kesepakatan menjadi “Bismika Allahumma”. Selain daripada itu, Rasulullah Muhammad Saw juga setuju untuk dapat menggantikan istilah “Rasulullah” di bagian belakang nama beliau menjadi “Muhammad bin Abdullah”.

Penentangan Sebagian Sahabat

Sikap lunak yang ditampakkan oleh Rasulullah Muhammad Saw telah membuat sebagian sahabat tidak menerima dan menyampaikan kritik tajam. bahkan ada yang berbicara keras dan bertanya dengan cara yang tak sopan kepada Rasulullah Muhammad Saw. Diantaranya Umar Bin Khattab, dia telah bersikap kasar kepada Nabi Muhammad saw.

Menurutnya, isi kesepakatan damai itu sangatlah menghina kaum muslimin. Dia bersikeras terhadap anggapannya itu hingga Abu Ubaidah al-Jarrah berkata kepadanya supaya dia berlindung kepada Allah Swt dari kejahatan bisikan setan dan mengubah pandangannya yang keliru tersebut. Dikemudian hari, Umar sendiri mengakui bahwa saat di Hudaibiyah di bahkan hingga ragu akan sosok kenabian Nabi Muhammad Saw.

Dia juga menyatakan: “Dulu aku menolak Titah Rasulullah Muhammad Saw atas pandangan pribadi”.

Isi Perjanjian Hudaibiyah

Setelah perundingan, Rasulullah Muhammad Saw bersabda kepada Imam Ali AS “Tulisan Bismillahirrahmanirrahim”. Suhail bin Amr berkata,”Ini bukanlah cara kami, harus ditulis sebagaimana yang sudah biasa dilakukan kalangan kami, yakni ‘Bismika Allahumma’. “Atas perintah Rasulullah Saw, imam Ali AS menuliskan sebagaimana yang sudah diminta oleh Suhail.

Saat Rasulullah Muhammad Saw melanjutkan, “Tulislah, ‘berikut adalah kesepakatan antara Muhammad dengan Suhail bin Ambr.” Suhail kembali menyela,”Kalau kami menerimau sebagai ‘Rasulullah’ tentu saja kami tidak akan pernah bermusuhan dan berperang dengan mu, bagian ini juga mesti dihapus dan digantikan dengan ‘Muhammad bin Abdullah’. “Rasulullah Muhammad Saw pun juga menerima permintaan itu. Rasulullah Saw melihat Imam Ali AS merasakan tidak enak hati karena mesti menghapus kata “Rasulullah” dari belakang nama Nabi Muhammad Saw. Oleh karenanya beliau bersabda kepada Imam Ali, “Ya Ali, tunjukkan di bagian mana, biar aku sendiri yang akan menghapusnya.”

Berikut inilah Isi Perjanjian Hudaibiyah:

  1. Gencatan senjata antara kedua belah pihak selama 10 tahun agar masyarakat bisa hidup secara aman dan damai.
  2. Tahun itu kaum muslimin tak dibolehkan mengunjungi Baitullah, mereka mesti pulang ke Madinah. PAda tahun berikutnya baru bisa kembali ke Mekkah untuk bisa melakukan ibadah Umrah. Dengan syarat bahwa tidak membawa senjata kecuali yang biasa dibawa sehari-hari, dan diijinkan tinggal tidak lebih dari 3 hari. Selama 3 hari itu, kaum Quraisy akan meninggalkan kota Mekkah.
  3. Kaum Muslimin mesti memulangkan warga Mekkah yang masuk ke Madinah untuk kembali lagi ke Madinah, akan tetapi ketentuan itu tidak berlaku untuk sebaliknya. Orang madinah yang ke Mekkah tidak akan dikembalikan ke Madinah (Menurut ayat 10 dari Surah AL-Mumtahanah, ditetapkan tak boleh memulangkan para mukminah mekkah yang datang ke Madinah kembali ke Mekkah
  4. Semua kabilah sekutu kaum Quraisy maupun Islam mesti bebas dan merdeka.

Pada kitab Shahih Muslim tercatat bahwa ketika Surat Al-Fath turun sesudah peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah Saw mengirimkan orang untuk dapat memenuhi Umar dan memperdengarkan Wahyu yang turun itu padanya.

Kembali ke Madinah

Menurut berbagai macam Riwayat, kaum muslimin berada di daerah Hudaibiyah selama 10 hari lebih, ada juga yang mengatakan bahwa sampai 20 hari. Rasulullah Muhammad Saw mendirikan kemahnya berada di luar Haram. Akan tetapi beliau melakukan salat di Haram.

Begitu penulisan isi Perjanjian Selesai dan sudah disetujui oleh masing-masing pihak. Rasulullah Saw memerintahkan kepada para sahabatnya untuk melakukan penyembelihan onta-onta mereka sebagai kurban dan mencukur kepala.

Banyak sahabat yang tak mematuhi perintah tersebut. Akan tetapi setelah Rasulullah Muhammad Saw melakukan sendiri apa yang beliau sudah perintahkan tadi, mereka akhirnya mengikutinya. Setelah itu, Rasulullah Saw dan kaum muslimin kembali ke madinah.

Sesuai dengan perjanjian tersebut, pada tahun berikutnya (Tahun ke-7 H/ 628 M) Rasulullah Muhammad Saw dan kaum muslimin berangkat ke Mekkah dan tinggal selama 3 hari untuk bisa menunaikan ibadah Umrah tanpa adanya halangan dari kaum Kafir Quraisy. Peristiwa ini disebut sebagai Umrah al-Qadha.

Pada perjalanan pulang dari daerah Hudaibiyah ke Madinah, Allah Swt menurunkan Surat Al-Fath kepada RAsulullah Muhammad Saw. Pada surah tersebut, Allah Swt menyebutkan perjanjian Hudaibiyah sebagai Fath Mubin (kemenangan yang nyata).

Atas kesediaan kaum muslimin berbaiat kepada Rasulullah Muhammad Saw, Allah Swt menjanjikan kepada mereka akan menganugerahinya banyak kemenangan dan ghanimah yang berlimpah ruah. Menurut sebagian besar mufasir, janji ALlah Swt itu menyangkut kemenangan dalam peperangan Khaibar yang terjadi di tahun ke-7 / 628. Dari perang Khaibar, kaum muslimin mendapatkan banyak harta rampasan.

Akan tetapi menurut sebagai mufassir, maksud kemenangan yang telah dijanjikan oleh ALlah Swt yaitu penaklukan kota Mekkah.

Quraisy Melanggar Isi Perjanjian Hudaibiyah

Tidak lama sesudah melakukan penandatanganan Perjanjian, berdasarkan apa yang tertulis dari isi perjanjian Hudaibiyah, salah seorang dari warga Mekkah yang sudah masuk ke Agama Islam bernama Abu Bashir dikembalikan ke Mekkah.

Akan tetapi di tengah perjalanan dia telah berhasil untuk melarikan diri dari para penjaganya. Bukannya pergi ke Madinah, dia malah menuju di kawasan persinggahan kaum Quraisy. Lama-lama Muslimin Mekkah mengikuti jejaknya.

Bagi Quraisy itu akan dapat menjadi suatu ancaman serius. Karenanya, pihak Quraisy meminta kepada Rasulullah Muhammad Saw supaya membiarkannya saja mereka untuk datang ke Madinah. Dengan demikian, atas permohonan dari pihak Quraisy sendiri, pasal perjanjian mengenai keharusan untuk meulangkan pelarian itu menjadi tidak berlaku.

Belum lewat dua tahun dari sejak penandatanganan perjanjian, pihak Kaum Kafir Quraisy telah melanggar isi perjanjian Hudaibiyah pasal pertama (gencatan senjata). Kabilah Bani Khuza’ah merupakan sekutu kaum muslimin dan kabilah Ban Bakr merupakan sekutu dari kafir Quraisy. Pada pertempuran dari kedua belah pihak di tahun ke 8 H/629, orang-orang kafir Quraisy ikut campur dalam membela Bani Bakr dan membunuh orang-orang dari Bani Khuza’ah.

Itu berarti kaum kafir Quraisy sudah melanggar isi perjanjian hudaibiyah. Bermaksud untuk memohon maaf, Abu Sufyan datang secara langsung ke Madinah, akan tetapi permohonannya ditolak. Atas kejadian itu, Rasulullah Muhammad Saw segera mendatangani Mekkah bersama dengan pasukan yang sangatlah banyak.

Berkah Perjanjian Hudaibiyah

Sejarah telah membuktikan bahwa perjanjian HUdaibiyah telah memberikan berkah yang sangat luar biasa kepada kaum muslimin, persis seperti apa yang menjadi perhitungan Rasulullah Muhammad Saw dan janji Al-Quran. Menurut para sejarawan, di masa awal Islam tidak ada kemenangan yang lebih besar ketimbang perjanjian Hudaibiyah. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut, peperangan bisa dihindari, dakwah islam lebih meluas, dan Islam tersebar sampai ke seluruh jazirah Arab.

Sejak penandatanganan perjanjian sampai terjadinya pelanggaran perjanjian hudaibiyah (22 bulan), jumlah orang yang telah memeluk agama Islam itu jauh lebih dari seluruh kaum muslimin yang sudah ada. Pasukan Rasulullah Muhammad Saw yang ikut andil dalam melakukan penaklukan mekkah di tahun ke-8 H yang mencapai sekitar 10.000 orang. Pada kesempatan itu, para tokoh Quraisy yang masuk Islam diantarnya, Khalid Bin Walid, Amr bin Ash dan ABu Sufyan

Berkat adanya perjanjian hudaibiyah maka kondisi menjadi relatif stabil. Hal tersebut sangatlah membantu Rasulullah Muhammad Saw dalam memperkokoh dakwah di semenanjung arab. Tidak hanya itu saja, Rasulullah Muhammad Saw juga telah berhasil dalam memperluas penyebaran Islam sampai ke luar wilayah.

Misalnya saja pada tahun ke-7 H beliau menyeru kepada para raja dan penguasa yang ada di kawasan sekitar supaya bisa menerima Islam. Adapun berkah terbesar dari perjanjian tersebut yaitu penaklukan Mekkah yang sukses diraih hanya dalam tempo singkat setelah perjanjian Hudaibiyah di tandatangani.

Demikianlah informasi tentang isi perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dan kaum kafir Quraisy yang diwakili oleh Suhail. Semoga saja informasi ini dapat memberikan manfaat kepada anda yang sedang memerlukan info tentang sejarah perjanjian Hudaibiyah.

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

KODE WARNA HTML PROGRAMING

 
Copyright © DUNIA ISLAM